Tulisan Jalan

Selamat Belajar Membuat Blogspot

Selasa, 14 September 2010

Bedanya si Upik dan si Buyung

“Jangan menangis, kayak anak perempuan” kalimat itu sering kita dengar jika seorang anak laki-laki mencucurkan air mata. Atau, “Aduh, jangan manjat pohon, kayak anak laki aja!” teguran itu akan terlontar jika seorang anak perempuan nangkring di pohon. Benarkah anak perempuan tukang nangis, dan anak laki-laki ahli mencuri mangga … eh, pintar memanjat pohon?

Mengapa anak perempuan suka main rumah-rumahan, dan anak laki-laki suka perang-perangan? Apakah karena orang tua memberikan boneka kepada anak perempuan, dan membelikan bedil untuk anak laki-laki? 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 20 tahun oleh Dr. Louann Brizendine, seorang dokter neuro-psikiatri, direktur “Women’s and Teen Girls’ Mood and Hormone Clinic” di Amerika, perbedaan perilaku anak perempuan (dan perempuan dewasa) dengan anak laki-laki (dan laki-laki dewasa) semata-mata ditentukan oleh otak mereka yang memang berbeda. Sejak lahir, otak bayi perempuan sudah terstruktur sebagai otak perempuan yang didominasi oleh hormon estrogen, sedangkan otak bayi laki-laki dikuasai oleh hormon testosteron. Kedua hormon ini membuat otak perempuan dan otak laki-laki sungguh berbeda.

Mari kita lihat bagaimana perkembangan otak janin di dalam kandungan. Hingga umur delapan minggu, semua otak janin kelihatan berjenis kelamin perempuan. Suatu gelombang besar testosteron yang dimulai pada minggu ke delapan akan mengubah otak uniseks ini menjadi otak laki-laki dengan mematikan sel-sel tertentu di pusat komunikasi dan menumbuhkan lebih banyak sel di pusat seks dan agresi. Jika gelombang testosteron ini tidak terjadi, otak perempuan ini terus tumbuh tanpa gangguan. Sel-sel otak janin bayi perempuan ini menumbuhkan lebih banyak lagi koneksi di pusat-pusat komunikasi serta area-area yang memproses emosi.

Bagaimana perubahan pertumbuhan otak janin ini mempengaruhi karakter perempuan dan laki-laki? Salah satunya, karena pusat komunikasinya yang lebih besar, bayi perempuan nantinya akan lebih suka bicara daripada saudara lelakinya. Laki-laki menggunakan sekitar 7.000 kata per hari, sedangkan perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata. Jadi, harap maklum jika dunia ini bising oleh suara perempuan ….Otak membentuk cara kita melihat, mendengar, membaui, dan mengecap. Syaraf-syaraf menjalar dari organ-organ indra kita langsung ke otak, dan otak melakukan semua penafsiran. Otak sangat mempengaruhi cara kita memahami dunia ini. Makanan dan zat-zat kimiawi yang masuk ke tubuh kita dan diserap oleh otak akan mempengaruhi cara kerja otak. Seseorang yang murung dan putus asa bisa berubah riang dan mampu menggoyangkan tubuh tanpa henti setelah menelan beberapa butir pil ekstasi. Sebaliknya, seseorang yang sedang mengamuk dan berniat membunuh semua makhluk yang ada di dekatnya akan tidur dengan tenang setelah disuntik valium. 

Jika senyawa-senyawa yang mempengaruhi otak sanggup menciptakan realitas yang berbeda bagi seseorang, apa yang terjadi jika dua otak memiliki struktur yang berbeda? Tak diragukan lagi, realitas-realitas keduanya pun akan berlainan. Kerusakan otak, stroke, prefrontal lobotomy, dan cedera kepala dapat mengubah kepribadian seseorang dari agresif menjadi lemah atau dari ramah menjadi pemarah.

Otak perempuan memiliki pusat komunikasi dan pusat memori emosi yang lebih besar dari otak laki-laki. Otak perempuan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membaca isyarat pada diri seseorang. Itulah sebabnya perempuan meyakini bahwa komunikasi, hubungan, serta kepekaan emosi adalah nilai-nilai utama kehidupan.

Jika anda punya bayi, atau ada bayi di dekat anda, perhatikanlah bahwa bayi perempuan lebih berminat melihat wajah dan berbalas pandang dibandingkan dengan bayi laki-laki. Sepanjang tiga bulan pertama kehidupan, keterampilan bayi perempuan dalam kontak mata dan saling menatap wajah akan meningkat lebih dari 400 persen, sedangkan pada bayi laki-laki keterampilan ini tidak meningkat. Sejak lahir, bayi perempuan sudah berminat pada ekspresi emosi. 

Anak perempuan lebih suka menghindari konflik karena perselisihan membuat mereka tidak selaras dengan dorongan naluri untuk tetap terhubung dengan orang lain, untuk mendapatkan persetujuan dan pengasuhan. Anak perempuan memiliki impuls yang kuat untuk membentuk ikatan sosial yang didasarkan pada komunikasi dan kompromi. Sebaliknya, anak laki-laki tidak pernah mengkhawatirkan risiko akan timbul konflik. Persaingan merupakan bagian dari karakter mereka. Mereka tidak takut berhantam dan beradu pukul.

Penelitian menunjukkan, anak perempuan bergiliran 20 kali lebih sering daripada anak laki-laki. Permainan mereka biasanya tentang interaksi dalam hubungan pengasuhan dan perawatan. Sebaliknya, permainan anak laki-laki biasanya tentang peringkat sosial, kekuasaan, pertahanan wilayah, dan kekuatan fisik.

Jika otak anak perempuan terpapar hormon testosteron, misalnya dalam kasus hiperplasia adrenal bawaan (CAH, congenital adrenal hyperplasia), ia akan berperilaku seperti anak laki-laki. Mereka akan menjadi anak perempuan yang tomboi, yang lebih menyukai permainan anak laki-laki, juga memiliki fisik yang lebih kuat dari pada anak perempuan.

Perempuan selalu menganggap penting komunikasi dan relationship. Barangkali itulah sebabnya saya sering merasa kecewa jika membaca blog dimana pemilik blog tidak menjawab komentar-komentar yang masuk. Sapaan yang tak bersambut seperti itu selalu membuat saya merasa tidak nyaman. Itulah sebabnya, jika menemukan blog baru, saya selalu melihat dulu, apakah pemiliknya ‘ramah’ atau tidak. Jika dia ‘cuek bebek’ pada visitor yang meninggalkan komentar, biasanya saya akan meninggalkan blog tersebut.
Barangkali, saya memang bener-bener perempuan …. (lho, memangnya ada yang meragukan?)

(Sumber bacaan : “Female Brain”, Louann Brizendine)
By: www.lintasberita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar